Pada awal abad ke-20, pers pribumi di Hindia Belanda berkembang pesat dan memainkan peran penting dalam membangkitkan kesadaran nasional. Surat kabar yang dikelola pribumi menjadi alat komunikasi utama bagi masyarakat untuk menyuarakan ketidakadilan, menyebarkan ide-ide nasionalisme, dan melawan dominasi kolonial. Namun, di sisi lain, pemerintah kolonial juga berusaha mengendalikan pers dengan regulasi ketat dan propaganda.
Lantas, apakah surat kabar pribumi benar-benar menjadi suara perlawanan, atau justru sebagian dimanfaatkan sebagai alat propaganda oleh pihak kolonial?
Awal Kemunculan Surat Kabar Pribumi
Pers di Hindia Belanda awalnya didominasi oleh surat kabar milik orang Eropa dan Tionghoa yang lebih banyak membahas kepentingan dagang serta kebijakan kolonial. Namun, pada akhir abad ke-19, mulai muncul surat kabar pribumi yang memperjuangkan kepentingan rakyat lokal.
Beberapa surat kabar pribumi yang berpengaruh antara lain:
- Medan Prijaji (1907) – Didirikan oleh Raden Mas Tirto Adhi Soerjo, surat kabar ini menjadi pelopor pers nasional yang membahas isu ketidakadilan kolonial dan membangkitkan kesadaran politik pribumi.
- Bintang Hindia (1902) – Menyuarakan pentingnya pendidikan bagi pribumi dan hak-hak politik rakyat.
- Oetoesan Hindia (1912) – Berafiliasi dengan Sarekat Islam dan menjadi corong perjuangan ekonomi dan politik umat Islam.
- Hindia Baroe (1918) – Dikenal sebagai media yang menyuarakan gagasan revolusioner melawan penjajahan.
Surat kabar ini tidak hanya menjadi media informasi, tetapi juga alat advokasi yang mendorong rakyat untuk memahami hak-hak mereka dan melawan ketidakadilan.
Peran Surat Kabar Pribumi sebagai Suara Perlawanan
Surat kabar pribumi berfungsi sebagai alat perjuangan dalam beberapa aspek utama:
1. Membangkitkan Kesadaran Nasionalisme
Melalui tulisan-tulisan tajam, pers pribumi menyadarkan masyarakat tentang eksploitasi kolonial dan pentingnya persatuan dalam melawan penjajahan.
- Artikel di Medan Prijaji sering kali mengkritik kebijakan kolonial yang menindas rakyat pribumi.
- Oetoesan Hindia menjadi corong bagi Sarekat Islam dalam memperjuangkan hak-hak ekonomi dan sosial pribumi.
Para pemuda yang membaca surat kabar ini mulai memahami pentingnya kemerdekaan dan membentuk organisasi perjuangan seperti Budi Utomo (1908), Sarekat Islam (1911), dan Indische Partij (1912).
2. Menentang Kebijakan Diskriminatif
Banyak surat kabar pribumi menyoroti ketidakadilan dalam sistem kolonial, seperti:
- Diskriminasi dalam pendidikan – Hanya sedikit pribumi yang bisa mengakses sekolah tinggi karena kebijakan kolonial yang membatasi mereka.
- Eksploitasi ekonomi – Petani dipaksa bekerja di perkebunan kolonial dengan upah rendah, sementara tanah mereka dikuasai Belanda.
- Rasisme dalam pemerintahan – Orang pribumi dilarang menduduki posisi penting di birokrasi kolonial.
Kritik-kritik ini membantu membentuk opini publik dan mendorong munculnya tuntutan terhadap perubahan sosial dan politik.
3. Menggalang Dukungan untuk Gerakan Perlawanan
Surat kabar pribumi juga berperan dalam mengorganisir dan menyebarkan informasi tentang gerakan politik.
- Indische Partij, yang didirikan oleh Tjipto Mangunkusumo, Ki Hajar Dewantara, dan Douwes Dekker, menggunakan pers sebagai alat propaganda nasionalisme radikal.
- Soekarno, yang kemudian mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) pada 1927, sering menulis artikel di surat kabar untuk membakar semangat perjuangan rakyat.
Upaya Kolonial dalam Mengendalikan Surat Kabar Pribumi
Melihat dampak besar surat kabar pribumi dalam membangkitkan kesadaran nasional, pemerintah kolonial mulai melakukan berbagai upaya untuk mengendalikan pers, di antaranya:
1. Penerapan Persbreidel Ordonnantie (1906)
Undang-undang ini memungkinkan pemerintah kolonial untuk membredel (menutup) surat kabar yang dianggap mengancam stabilitas pemerintahan.
- Medan Prijaji ditutup pada 1912 karena dianggap terlalu vokal dalam mengkritik kebijakan kolonial.
- Hindia Baroe juga diberangus karena mendukung ide-ide revolusioner.
2. Sensor Ketat terhadap Isi Berita
Setiap artikel yang dianggap menghasut rakyat untuk melawan pemerintah kolonial akan disensor atau dilarang terbit.
- Kata-kata seperti “kemerdekaan,” “persamaan hak,” dan “perlawanan” sering kali dicekal dari penerbitan.
- Wartawan yang menulis artikel terlalu tajam terhadap kolonialisme bisa dihukum atau diasingkan.
3. Membentuk Surat Kabar Propaganda
Pemerintah kolonial juga mendirikan surat kabar yang menyuarakan kepentingan Belanda, seperti:
- De Locomotief – Surat kabar Belanda yang membela kebijakan kolonial dan menjelekkan pergerakan pribumi.
- Pewarta Hindia – Media yang dikendalikan pemerintah untuk memberikan citra baik kolonialisme.
Melalui surat kabar ini, pemerintah mencoba meyakinkan rakyat pribumi bahwa Belanda membawa “kemajuan” bagi Hindia Belanda dan bahwa perlawanan terhadap kolonialisme adalah tindakan yang sia-sia.
Kesimpulan: Surat Kabar Pribumi sebagai Pilar Perjuangan
Meskipun menghadapi sensor dan pembredelan, surat kabar pribumi tetap menjadi suara perlawanan yang penting dalam sejarah Indonesia. Pers pribumi berhasil membangkitkan kesadaran nasional, menentang kebijakan kolonial, dan menggalang dukungan untuk perjuangan kemerdekaan.
Sementara pemerintah kolonial mencoba menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda, rakyat Indonesia semakin sadar akan hak-hak mereka melalui tulisan-tulisan yang menyuarakan ketidakadilan. Pada akhirnya, surat kabar pribumi berperan besar dalam membentuk gerakan nasionalisme yang akhirnya membawa Indonesia menuju kemerdekaan pada tahun 1945.
Sejarah ini mengajarkan bahwa pers memiliki kekuatan besar dalam membentuk opini publik dan mempengaruhi jalannya suatu bangsa. Dalam konteks modern, kebebasan pers tetap menjadi pilar utama dalam mempertahankan demokrasi dan keadilan.
Baca Juga Artikel Berikut Di : Theeveninghatch.Us